Mas Eko, Penikmat Sejarah dan Penjelajah Sudut Kota
- Frajna Puspita
- Apr 3, 2023
- 2 min read

“Waktu SD, saya pernah manjat tower sirine Belanda. Tower itu tingginya kurang lebih 20 meter. Dari puncaknya, saya nonton mobil-mobil yang lalu lalang. Kecil-kecil, mirip mobil minatur.”
Ujar Mas Eko ketika sedang ngopi pagi di sebuah warkop Jl. Diponegoro. Mas Eko mempunyai segudang kisah yang menarik. Hobinya pun jauh dari biasa, yaitu blusukan ke perkampungan warga. Ia senang melewati gang-gang sempit dan berinteraksi dengan warga lokal yang tinggal di daerah itu. “Saya merasa puas dan senang saja ketika blusukan,” jawabnya sembari terkekeh saat ditanya seputar hobinya.
Hobi ini muncul ketika Mas Eko masih duduk di sekolah dasar, ia senang berjalan-jalan sendirian untuk menjelajahi sisi-sisi kota Malang. Setelah berjalan menyusuri rel kereta api dan menyeberangi jembatan rel di atas Kampung Warna-Warni, ia menemukan tower sirine Belanda yang diperuntukkan untuk keamanan kota. Dipenuhi rasa penasaran, tower itu nekat ia panjati sampai ke puncak. Momen itu tidak berlangsung lama, karena beberapa tentara yang berjaga di sekitar tower itu memintanya untuk turun.
Ketertarikannya dengan blusukan juga didasari oleh kesenangannya terhadap rumah-rumah lawas. Ketika berjalan kaki dan tidak sengaja menemukan rumah tua yang terhimpit di antara rumah-rumah warga, rasanya seperti menemukan harta karun, “Coba, kamu bayangkan, rasanya pagi-pagi duduk di teras rumah itu sambil nge-teh atau ngopi, pasti nikmat sekali…” pungkas Mas Eko.
Khayalannya tentang rumah lawas tidak pernah berubah sejak ia kecil. Sepulang sekolah, ia sering bersepeda dan berhenti di depan sebuah rumah lawas, menduga-duga kisahnya dalam hati, dan membayangkan hal yang sama. Hingga sekarang, rata-rata rumah yang ditemukan diabadikan pula olehnya dengan kamera HP dan diarsipkan ke akun Instagram miliknya, @serpihanberkarat.
Percikan-percikan untuk blusukan baru saja ia rasakan lagi ketika menyusuri gang-gang di daerah Klojen, sampai akhirnya ia berjalan jauh hingga ke daerah Dampit untuk mencari sebuah rel kereta api tua. Perjalanan itu menemukan titik terang ketika ia sedang mampir untuk minum kopi di salah satu rumah warga dan mendengar cerita bahwa rel yang ia cari ternyata terletak tepat di belakang rumah itu.
Hal unik lainnya yang ia temukan adalah ketika blusukan ke daerah Jagalan, di sekitar Pasar Besar, ia tidak sengaja bertemu dengan Pak Samerin, pria tua nan ramah yang bercerita pernah menjadi kru sebuah band besar di Malang.
Barang-barang lawas maupun bekas pun dikoleksi. Namun, ada satu hal yang seringkali ia cari ketika jalan-jalan ke toko buku bekas di daerah Velodrome, yaitu buku telepon lawas. Dulu, buku telepon biasa digunakan untuk menemukan alamat rumah, Mas Eko menjadikan buku ini sebagai rujukan untuk blusukan ke bangunan lawas di sekitar Malang.
Hingga sebuah kebetulan ada salah satu buku telepon yang merujuk ke sebuah alamat rumah heritage yang terletak di Jl. Anjasmoro, rumah milik Pak Slamet. Sekarang, pemilik rumahnya yang merupakan generasi ketiga dari Pak Slamet, sudah memiliki hubungan yang akrab dengan Mas Eko.
Misi Mas Eko sangat membumi, ia hanya ingin mengenalkan hal-hal yang ditemuinya di jalanan kepada khalayak umum, khususnya anak-anak muda saat ini. Ia percaya bahwa tempat yang mereka tinggali juga mempunyai identitas yang terdiri dari berbagai macam hal unik.
Bagi Mas Eko, jalanan dan setiap orang yang ditemui adalah gurunya. Ketertarikannya untuk blusukan sudah tertanam sejak ia memanjat tower sirine dan akan terus ada hingga nanti, “Mungkin saya akan tetap begini (blusukan) sampai kedua kaki tidak mampu berjalan lagi.” pungkasnya.
Comments