top of page

Tentang Planet-Planet, Dapur yang Berantakan, dan Potongan Puzzle

  • Writer: Frajna Puspita
    Frajna Puspita
  • Jul 2, 2022
  • 3 min read

Updated: Sep 12, 2022


Saya menulis tulisan ini di sebuah malam yang berawan di bulan Juni. Saya baru saja melihat berita liputan tentang planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus yang sejajar di langit malam, lalu menyesali bahwa momen itu telah luput dari pandangan saya dan tidak akan terlihat lagi hingga 20 tahun kedepan. “Satu lagi momen terlewatkan,” sesal saya dalam hati, kemudian menghela napas untuk mengusir pikiran itu, seperti menepis tumpukan kabut tebal. Saya mulai membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Mungkin saya akan melihatnya lagi dengan sudut mata yang mulai keriput sembari memikirkan tentang masalah keluarga yang cukup rumit, mungkin juga nanti saya akan menyaksikan planet-planet itu sembari bernostalgia dan mengingat kembali momen ini, di mana saya sedang menyesal setengah mati kemudian menertawakan keluguan saya sendiri, atau bisa jadi saya tidak akan melihatnya lagi sampai kapanpun, dan semalam adalah kesempatan terakhir saya untuk melihatnya. Tidak ada yang tahu. Namun, setidaknya kemungkinan saya melihat planet-planet sejajar lebih besar dibandingkan melihat Komet Halley yang diperkirakan akan muncul kembali di tahun 2061. Saya tidak menjamin akan hidup hingga menginjak umur 80 tahun.


Tidak ingin berada dalam penyesalan berkepanjangan dan terjebak oleh pikiran sendiri, saya beranjak untuk membersihkan dapur. Saya selalu membersihkannya di malam hari, karena saat itu kegiatan di rumah sudah berakhir. Saya mulai membersihkan piring-piring dan sendok berserakan di meja, gelas-gelas minuman yang ditumpuk di samping wastafel, dan mengelap noda-noda membandel yang menempel di konter. Membersihkan dapur adalah hal yang menenangkan bagi saya. Setidaknya, saya tahu di mana harus meletakkan piring-piring agar kembali terlihat rapi, atau di mana harus mulai menyapu agar lantai terlihat bersih. Kegiatan ini memberikan saya kontrol, bahwa saya bisa membuatnya kembali bersih dan saya tahu persis bagaimana harus melakukannya. Meskipun terkadang kucing-kucing di rumah sesekali mencakar tumit saya untuk mengajak bermain, tetapi saya hanya menganggapnya sebagai rintangan kecil. Tujuan saya yang sebenarnya adalah membuat dapur terlihat bersih dan rapi. Mulia sekali. Saat ini, membersihkan dapur bagi saya terlihat lebih jelas dan pasti daripada membayangkan bagaimana saya akan melihat planet-planet yang sejajar di masa depan.


Ketika mencuci tumpukan piring, beberapa teks-teks pesan muncul dari orang-orang yang saya kenali, tetapi saya mengurungkan niat untuk membacanya. Entah, mungkin saja saya memang sedang tidak ingin berbicara, terlalu sibuk membersihkan dapur, atau bahkan saya sudah merasa terlampau kesepian hingga berpikir bahwa berbicara dengan orang lain pun tidak akan menyembuhkannya. Saya merasa masing-masing dari mereka hanya mengetahui sebagian dari diri saya. Seperti memegang potongan puzzle yang hanya mewakili sebagian kecil dari sebuah gambaran utuh. Mungkin beberapa dari mereka mempunyai beberapa potong, tetapi tetap tidak cukup untuk mengetahui diri saya yang sebenarnya. Saya bahkan belum mengenal bagaimana diri saya yang sebenarnya. Saya rasa hampir semua orang juga seperti itu. Terdiri dari potongan-potongan puzzle. Dan sejatinya seperti potongan puzzle, kita adalah kumpulan teka-teki yang sedang mencari potongan-potongan lain agar semuanya terlihat lebih jelas.


Saya hanya mengetahui sebagian kecil dari kedua orangtua saya, dan mulai banyak bersumsi berdasarkan pengalaman saya berbicara dengan mereka. Hal ini juga saya lakukan kepada setiap orang yang ada di hidup saya. Kemudian, hal-hal yang saya ketahui itu mulai saya kelompokkan ke berbagai kategori: “baik” atau “buruk”, “sederhana” atau “rumit”. Bahkan apabila salah satu karakteristik itu tidak masuk di kelompok manapun, saya mulai membuat kategori baru di pikiran saya; berjudul “abu-abu”. Saya bahkan membentuk kategori untuk hal-hal yang tidak masuk akal, dan menamakannya “gila” atau “menakjubkan”. Mungkin metode penilaian ini juga dilakukan oleh orang lain, agar semuanya tergambar lebih jelas. Saya pikir mungkin begitulah normalnya, it is what it is. Kita semua mengerti tentang dunia dan seisinya hanya berdasarkan apa yang kita lihat, tanpa melihat keutuhannya.


Tidak terasa, cucian piring sudah selesai, dan dapur kembali terlihat bersih. Semuanya sudah selesai, begitu pula dengan kegundahan saya. Mungkin saya saat ini masih terlampau muda untuk menyimpulkan berbagai hal, tetapi saya rasa lebih baik bila tetap menjadi potongan puzzle yang mencari kejelasan daripada membiarkan asumsi menggerogoti pandangan hidup saya tentang dunia dan seisinya. Mungkin di masa depan saya akan kembali melihat planet-planet itu, mungkin juga tidak, mungkin bahkan iya dan tidak, dan masuk ke dalam kategori pengelompokan yang sudah saya jelaskan sebelumnya. Masa depan yang saya asumsikan sekarang bahkan hanyalah bagian kecil dari sebuah gambaran utuh. Semua hal yang saya ketahui juga seperti itu; hanya sebuah potongan, tidak terkecuali diri saya sendiri. Meskipun begitu, saya rasa, kita—potongan puzzle, tidak hanya mencari untuk melengkapi, tetapi juga akan lengkap dengan sendirinya, seiring berjalannya waktu.


Comments


© 2022 by Frajna Puspita Firdaus

bottom of page